Membongkar Kesesatan Syiah
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi' bin Sulaimi Al-Atsari, Lc.
Syariah, Manhaji, 12 - Februari - 2004, 01:05:04
Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk
menggambarkan Islam dan kelompok Syi'ah. Secara fisik, memang sulit
dibedakan antara penganut Islam dengan Syi'ah. Namun jika ditelusuri
-terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak
dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.
Apa Itu Syi'ah?
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut
seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di
atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul
Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah,
1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji)
Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan
bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih
berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula
anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan
Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm)
Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan
bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu
Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan
Isma'iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya.
(Al-Milal Wan Nihal, hal. 147, karya Asy-Syihristani)
Dan tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini
adalah sekte Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini
berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan
segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menebarkan berbagai
macam kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan negara
Iran-nya.
Rafidhah , diambil dari yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna ,
meninggalkan (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam
terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah
(kepemimpinan) Abu Bakr dan 'Umar c, berlepas diri dari keduanya, dan
mencela lagi menghina para shahabat Nabi ï². (Badzlul Majhud fi Itsbati
Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah Al-Jumaili)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada
ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: 'Mereka adalah
orang-orang yang mencela Abu Bakr dan 'Umar'." (Ash-Sharimul Maslul
'Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
Sebutan "Rafidhah" ini erat kaitannya dengan Zaid bin 'Ali bin Husain
bin 'Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada
Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud,
1/86)
Asy-Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin 'Ali adalah
seorang yang melebihkan 'Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat
Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan 'Umar, dan memandang bolehnya
memberontak1 terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul
di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia
mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan 'Umar. Ia
pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka:
"Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka
dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka
"Rafadhtumuunii. " (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa
(13/36).
Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah. Karena
tidak semua Syi'ah membenci Abu Bakr dan 'Umar sebagaimana keadaan
Syi'ah Zaidiyyah.
Rafidhah ini terpecah menjadi beberapa cabang, namun yang lebih
ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah Al-Itsna 'Asyariyyah.
Siapakah Pencetusnya?
Pencetus pertama bagi faham Syi'ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi
dari negeri Yaman (Shan'a) yang bernama Abdullah bin Saba' Al-Himyari,
yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan 'Utsman bin Affan.2
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Asal Ar-Rafdh ini dari
munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran, pen). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba'
Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan 'Ali, dengan
suatu slogan bahwa 'Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia
adalah seorang yang ma'shum (terjaga dari segala dosa, pen)." (Majmu'
Fatawa, 4/435)
Sesatkah Syi'ah Rafidhah ?
Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab
mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh
mana kesesatan mereka.
a. Tentang Al Qur'an
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti
Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja'far Muhammad
bin Ya'qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja'far Ash-Shadiq),
ia berkata : "Sesungguhnya Al Qur'an yang dibawa Jibril kepada
Muhammad ï² (ada) 17.000 ayat."
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata:
"…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah 'alaihas salam, mereka
tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: 'Apa mushaf
Fathimah itu?' Ia (Abu Abdillah) berkata: 'Mushaf 3 kali lipat dari
apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada
padanya satu huruf pun dari Al Qur'an kalian…'."
(Dinukil dari kitab Asy-Syi'ah Wal Qur'an, hal. 31-32, karya Ihsan
Ilahi Dzahir).
Bahkan salah seorang "ahli hadits" mereka yang bernama Husain bin
Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak
riwayat dari para imam mereka yang ma'shum (menurut mereka), di dalam
kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang
menjelaskan bahwa Al Qur'an yang ada ini telah mengalami perubahan dan
penyimpangan.
b. Tentang shahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta'dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam
kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja'far (Muhammad
Al-Baqir) bahwa ia berkata: "Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi,
dalam keadaan murtad kecuali tiga orang," maka aku (rawi) berkata:
"Siapa tiga orang itu?" Ia (Abu Ja'far) berkata: "Al-Miqdad bin
Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…" kemudian
menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi'ah
Al-Imamiyyah Al-Itsna 'Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya'qub Al-Kulaini berkata: "Manusia
(para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga
orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman
Al-Farisi." (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi'ah Wa Ahlil Bait,
hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini
Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab
Asy-Syi'ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan 'Umar, dua manusia terbaik setelah
Rasulullah ï², mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari
keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu,
didapati dalam kitab bimbingan do'a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114),
wirid laknat untuk keduanya:
Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan
keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar),
setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud
dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin 'Aisyah dan Hafshah)
(Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-'Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid
Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu'lu' Al-Majusi, si pembunuh
Amirul Mukminin 'Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang
bergelar "Baba Syuja'uddin" (seorang pemberani dalam membela agama).
Dan hari kematian 'Umar dijadikan sebagai hari "Iedul Akbar", hari
kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka
ria. (Al-Khuthuth Al-'Aridhah, hal. 18)
Adapun 'Aisyah dan para istri Rasulullah ï² lainnya, mereka yakini
sebagai pelacur -na'udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat
dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma'rifatir Rijal (hal. 57-60) karya
Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat
Abdullah bin 'Abbas terhadap 'Aisyah: "Kamu tidak lain hanyalah
seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh
Rasulullah…" (Dinukil dari kitab Daf'ul Kadzibil Mubin Al-Muftara
Minarrafidhati 'ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir
Muhammad 'Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu,
Al-Imam Malik bin Anas berkata: "Mereka itu adalah suatu kaum yang
berambisi untuk menghabisi Nabi ï² namun tidak mampu. Maka akhirnya
mereka cela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi
Muhammad ï² ) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang
shalih, niscaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih."
(Ash-Sharimul Maslul 'ala Syatimirrasul, hal. 580)
c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)
Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama3.
Diriwayatkan dari Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (2/18) dari Zurarah dari
Abu Ja'far, ia berkata: "Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat,
zakat, haji, shaum dan wilayah (imamah)…" Zurarah berkata: "Aku
katakan, mana yang paling utama?" Ia berkata: "Yang paling utama
adalah wilayah." (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174)
Imamah ini (menurut mereka -red) adalah hak 'Ali bin Abu Thalib ï´ dan
keturunannya sesuai dengan nash wasiat Rasulullah ï². Adapun selain
mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin dari Abu Bakr,
'Umar dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang
untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka
bumi, serta memperluas dunia Islam, maka sesungguhnya mereka hingga
hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat Al-Khuthuth
Al-'Aridhah, hal. 16-17)
Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma'shum (terjaga dari
segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. Al-Khumaini (Khomeini)
berkata: "Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang
ma'shum, mulai 'Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia
Al-Imam Al-Mahdi, sang penguasa zaman -baginya dan bagi nenek
moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam- yang dengan kehendak
Allah Yang Maha Kuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi
perkara-perkara yang ada." (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 5, dinukil
dari Firaq Mu'ashirah, 1/192)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus Sunnah,
benar-benar secara rinci membantah satu persatu kesesatan-kesesatan
mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini.
d. Tentang Taqiyyah
Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeda dengan
keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat
Firaq Mu'ashirah, 1/195 dan Asy-Syi'ah Al-Itsna 'Asyariyyah, hal. 80)
Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bagian dari agama. Bahkan
sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam Al-Kaafi
(2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar Al-A'jami:
"Wahai Abu 'Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini
adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak
ber-taqiyyah. " (Dinukil dari Firaq Mu'ashirah, 1/196). Oleh karena itu
Al-Imam Malik ketika ditanya tentang mereka beliau berkata: "Jangan
kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari
mereka, karena sungguh mereka itu selalu berdusta." Demikian pula
Al-Imam Asy-Syafi'i berkata: "Aku belum pernah tahu ada yang melebihi
Rafidhah dalam persaksian palsu." (Mizanul I'tidal, 2/27-28, karya
Al-Imam Adz-Dzahabi)
e. Tentang Raj'ah
Raj'ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal.
'Ahli tafsir' mereka, Al-Qummi ketika menafsirkan surat An-Nahl ayat
85, berkata: "Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj'ah,
kemudian menukil dari Husain bin 'Ali bahwa ia berkata tentang ayat
ini: 'Nabi kalian dan Amirul Mukminin ('Ali bin Abu Thalib) serta para
imam 'alaihimus salam akan kembali kepada kalian'." (Dinukil dari
kitab Atsarut Tasyayyu' 'Alar Riwayatit Tarikhiyyah, hal. 32, karya
Dr. Abdul 'Aziz Nurwali)
f. Tentang Al-Bada'
Al-Bada' adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.
Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada' ini terjadi pada Allah ï‰. Bahkan
mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111),
meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): "Tidak ada pengagungan
kepada Allah yang melebihi Al-Bada'." (Dinukil dari Firaq Mu'ashirah,
1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi4.
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi'ah Rafidhah, yang
darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun
sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: "Sesungguhnya
dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di
masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah,
pen) di masa Rasulullah ï², dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan
Iraq di masa Amirul Mukminin ('Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin
'Ali." (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq
Mu'ashirah, hal. 192)
Perkataan Ulama tentang Syi'ah Rafidhah
Asy-Syaikh Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili di dalam kitabnya Al-Intishar Lish
Shahbi Wal Aal (hal. 100-153) menukilkan sekian banyak perkataan para
ulama tentang mereka. Namun dikarenakan sangat sempitnya ruang rubrik
ini, maka hanya bisa ternukil sebagiannya saja.
1. Al-Imam 'Amir Asy-Sya'bi berkata: "Aku tidak pernah melihat kaum
yang lebih dungu dari Syi'ah." (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin
Al-Imam Ahmad)
2. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang
mencela Abu Bakr dan 'Umar, beliau berkata: "Ia telah kafir kepada
Allah." Kemudian ditanya: "Apakah kita menshalatinya (bila meninggal
dunia)?" Beliau berkata: "Tidak, tiada kehormatan (baginya)…." (Siyar
A'lamin Nubala, 7/253)
3. Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi'i, telah disebut di atas.
4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku tidak melihat dia (orang
yang mencela Abu Bakr, 'Umar, dan 'Aisyah) itu orang Islam."
(As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)
5. Al-Imam Al-Bukhari berkata: "Bagiku sama saja apakah aku shalat di
belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni
sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak
dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan
tidak dimakan sembelihan mereka." (Khalqu Af'alil 'Ibad, hal. 125)
6. Al-Imam Abu Zur'ah Ar-Razi berkata: "Jika engkau melihat orang yang
mencela salah satu dari shahabat Rasulullah ï², maka ketahuilah bahwa
ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita haq, dan
Al Qur'an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur'an dan As
Sunnah adalah para shahabat Rasulullah ï². Sungguh mereka mencela para
saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al Qur'an
dan As Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka
adalah zanadiqah." (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)
Demikianlah selayang pandang tentang Syi'ah Rafidhah, mudah-mudahan
bisa menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari
kebenaran…Amin
PN mencari penawar untuk pulih keretakan
2 days ago
No comments:
Post a Comment